SEBUAH PROLOG
"Ankara! Ankara! Ankara!"
Kedua matanya memejam erat, seruan nama itu terus terputar di dalam pikirannya. Keringat yang mengucur seakan-akan bertranformasi menjadi sengatan listrik yang memacu semangatnya.
"Ankara! Ankara! Ankara!"
Sebuah benda bulat kecil melesat, kedua tangannya yang menggenggam sebilah kayu mengayun cepat. Benturan keras terjadi. Benda bulat itu melambung tinggi. Semakin tinggi dan jatuh tepat di bangku para penonton yang bersorak riang.
"Enam pertama dari Ankara!"
Laki-laki itu membuka matanya. Yang terlihat hanyalah langit-langit kamar yang gelap. Tidak ada lagi teriakan-teriakan penyemangat. Yang ada hanyalah helaan napas yang menderu.
***